SBY dan Ani Yudhoyono: Cinta yang tak pernah sirna
SBY dan Ani Yudhoyono: Cinta yang tak pernah sirna
Kepergian Ani Yudhoyono membawa kesedihan mendalam bagi suaminya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Presiden ke-6 RI itu tak kuasa menitikkan air mata saat menerima ucapan bela sungkawa dari sejumlah tokoh, di Pangkalan Udara TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (1/6) malam. Saat itu, jenazah Ani Yudhoyono baru saja tiba di Tanah Air.
Setelah pesawat mendarat di landasan dan berhenti di apron, peti jenazah dikeluarkan bersamaan keluarga serta rekan dan kerabat turun dari pesawat.
SBY setia mendampingi Ani Yudhoyono hingga akhir hayatnya. Rasa cinta SBY terhadap istrinya juga terlihat saat ia meminta sendiri agar jenazah Ani Yudhoyono, diantarkan dengan pesawat Hercules karena tak ingin pisah dengan jenazah istrinya.
"Bapak (SBY) minta pakai Hercules saja supaya bisa bersama-sama di atas, kalau Boeing kan tidak boleh naik kargonya," ujar Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean.
Perjalanan cinta 43 tahun
43 tahun menikah dan bahagia, begitulah perjalanan cinta keduanya. Mereka bertemu di Magelang, tempat dinas ayah Ani, Sarwo Edhie Wibowo saat menjabat sebagai Gubernur Akabri pada 1973.
Garda Maeswara dalam buku Biografi Politik Susilo Bambang Yudhoyono menyebut, Ani, yang saat itu kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia tengah libur kuliah semester tiga dan berkunjung ke Magelang. SBY yang merupakan Komandan Divisi Korps Taruna, bertemu dengan Ani saat menghadap Sarwo Edhie.
“Pandangan mata SBY dan Ani saling bertemu. Jantung SBY berdetak kencang. Pipi Ani pun tersipu malu. Keduanya menyempatkan diri berkenalan. Dia tampak dewasa, kenang Ani,” sebut Garda.
Hubungan mereka terpisah jarak karena Ani harus kembali ke Jakarta untuk menuntaskan studinya. Menurut Ani, tak ada yang berubah dari SBY. SBY saat itu sama saja dengan SBY yang sekarang. Di usianya yang terbilang muda, Ani menggambarkan SBY sebagai pria matang.
Dalam buku Ani Yudhoyono, Kepak Sayap Putri Prajurit yang disusun Alberthiene Endah, sikap matang itu tercermin dari surat yang dikirimkan SBY kepada Ani.
“Sikap-sikap itu tercermin dari surat-surat yang dilayangkan kepadaku dari Magelang. SBY bukanlah seorang pemuda yang menghamburkan kata-kata cinta, tapi lebih menyukai ungkapan simbolik penuh makna. Lewat kalimat-kalimat santun, ia kerap mengungkapkan banyak filosofi kehidupan melalui puisi-puisinya,” kata Ani, yang dituliskan oleh Alberthiene.
Pada 1974, Sarwo Edhi ditugaskan menjadi duta besar Republik Indonesia untuk Korea Selatan. Sebelum berangkat, ayahnya ingin putri ketiganya tersebut bahagia dan bertunangan dengan SBY. Sarwo pun menginginkan keduanya segera melangsungkan pernikahan. Sayangnya, SBY harus mengikuti pendidikan Airbone dan Ranger di Amerika Serikat. Pernikahan tertunda dan akhirnya baru digelar pada 30 Juli 1976.
Dalam SBY Sang Demokrat, lima hari setelah pesta pernikahan, SBY lalu memboyong istrinya ke asrama Batalyon 330 di Dayeuh Kolot, Bandung. Tak sempat berlama-lama bulan madu, SBY harus pergi bertugas ke Timor Timur (kini Timor Leste). Karier SBY melesat setelah Presiden Soeharto lengser, bukan di militer, namun di pemerintahan. Dia menjadi Presiden RI pada 20 Oktober 2004.
Luwes
“Menjadi ibu negara. Siapa yang memimpikan itu? Saya tidak. Sejak menikah, mental saya telah terbentuk menjadi istri tentara harus kuat dan fleksibel dengan segala perubahan keadaan. Selama puluhan tahun saya sudah terlatih berpindah-pindah tempat, berganti-ganti keadaan, pernah tinggal di daerah konflik dan mencekam, menghuni asrama tentara, menemani SBY melanjutkan pendidikan ke Amerika sampai menjadi istrinya,” tulis Ani dalam pengantar buku Ani Yudhoyono, 10th Perjalanan Hati.
Ani menjalani kehidupannya menjadi ibu negara berbekal inspirasi dari ibu negara pendahulunya, seperti Fatmawati, Tien Soeharto, Ainun Habibie, dan Sinta Nuriyah. Dalam membina masyarakat, selaku ibu negara, dia berorientasi pada konsep kekeluargaan.
“Ada tugas-tugas khusus yang diemban sebagai ibu negara, baik diatur oleh Undang-Undang maupun yang dipicu oleh kesadaran kemanusiaan dan nalar sebagai seorang yang dipercaya sebagai pengayom. Tidak mungkin seorang ibu negara hanya berdandan rapi dan berjalan di sisi suaminya,” tulis Ani.
Menurutnya, ibu negara harus mampu membaca situasi dan berkontribusi di lapangan. Ibu negara juga harus mampu mengalirkan inspirasi dan motivasi hal-hal yang berkaitan dengan kewanitaan, kesehatan, anak-anak, kemanusiaan, lingkungan hidup, seni, dan budaya.
"Itulah hal-hal yang sangat mungkin disentuh dengan hati seorang ibu,” tulis Ani.
Dalam pengantar buku Kepak Sayap Putri Prajurit, SBY membenarkan kepekaan dan keluwesan Ani dalam menghadapi berbagai situasi tak terduga. Ani disebut senantiasa siap menyambut tugas baru dengan antusias. Sebagai ibu, kata SBY, Ani mampu menciptakan atmosfir positif yang pada akhirnya mengajak seluruh anggota keluarganya untuk saling mendukung.
“Tugas saya memerlukan kesiapan mental dari keluarga, sehingga kami punya waktu rutin untuk bertemu, berbicara, menyatukan hati, dan mengasah pikiran. Satu yang saya tekankan, adalah segala kreativitas, sikap kritis, dan pengembangan pemikiran harus berdasarkan pada sesuatu yang positif,” tutur SBY.
Selama mendampinginya sebagai ibu negara, SBY mengaku membebaskan Ani dalam berinovasi dan menggali kreativitas. Sangat penting bagi seorang presiden dan ibu negara untuk memiliki pemahaman yang sama dalam menyikapi atau memandang suatu masalah. Dengan demikian, walaupun berbeda ranah, namun tetap akan berjalan seirama.
SBY menyebut Pilpres 2004 merupakan sekolah politik paling dahsyat bagi Ani. Ani sempat syok, meskipun sudah menyerap banyak ilmu politik yang lekat dengan kesehariannya.
“Saya dan istri mungkin akan disukai dan dipuji, tapi mungkin kami juga akan dihujat dan disorot. Gerak-gerik kami harus dipertimbangkan matang-matang dan semaksimal mungkin menjauhi kekeliruan. Budaya politik di negeri ini, segala masalah yang terjadi dalam negeri akan diikuti tudingan pada presiden. Keluarga saya harus siap. Tangguh menghadapi hujatan. Kuat menahan pujian,” kata SBY.
Meskin demikian, SBY yakin, Ani kuat menerimanya karena mewarisi karakter ayahnya, Sarwo Edhi, yang berpendirian kuat dan tak gentar menegakkan kebenaran sekali pun sangat berisiko.
Selamat jalan Ibu Ani.